Malam Pertama

Bulan menguning terang. Bulat sempurna. Angin malamnya berhembus sampai melewati rongga dadaku. Bersamaan dengan itu, dia menghangatkan tubuhku dengan tubuhnya. Lalu dia memelukku di ranjang kecil itu, memelukku erat sambil sesekali membelai rambutku yang sudah basah dengan keringat dan mengemukakan banyak alasan mengapa dia menikahiku beberapa jam yang lalu.

Dan sebelum itu dia membacakan padaku sedikit ayat Al-Qur’an,

“Istriku sayang, surat Ar-rum ayat 21 berbunyi: telah Kami ciptakan untukmu pasangan dari jenismu sendiri, agar kamu merasa tenteram. Dan itu alasanku menikahimu. Aku ingin merasa tentram”.

Lalu aku tersenyum kecil di kamar kami yang gelap. Entah dia melihatnya atau tidak. Dan dia membelai sekali lagi rambutku yang berurai panjang awut-awutan di atas dadanya yang sudah tak berbenang barang sehelai.

Aku merayunya. Dengan tetap menghormatinya sebagai suami. Tapi dia membuatku kesal sampai aku memalingkan wajahku dan membalikkan tubuhku sehingga membelakanginya. Hening sebentar sampai dia menyentuh bagian tubuhku dan membalikkan tubuhku hingga menghadap wajahnya sambil bilang,

“Sayang, ketika tidur bersama, seorang istri tidak boleh memalingkan wajah dan tubuhnya sampai membelakangi suami kecuali suaminya ridho”.

Dia tak pernah tau. Bahwa aku senang mendengarnya berkata demikian.

Waktu sudah terlanjur pagi. Dia lanjutkan kalimat-kalimatnya dengan sentuhan-sentuhan lembut yang sudah kutunggu sejak 3 jam lalu kami berbaring di atas tilam yang sama.

Sangat cepat. Ketika itu peluh kami sudah menyatu di antara tilam batik dan sarung suamiku. Mungkin membelai rambutku adalah hal yang ia suka malam itu. Dia mengulanginya padaku sambil terengah-engah,

“Istriku tercinta, kalau saja kamu adalah seorang pelacur dan aku adalah bangsat yang menyewamu untuk memuaskanku, maka aku adalah seseorang yang kaya raya, yang mampu membeli tubuh pelacur terhebat, pelacur kelas atas semacam kamu”.

“Suamiku sayang, demi Tuhan, aku memang seorang pelacur. Aku seorang pelacur ulung, pelacur terhebat yang pernah ada, yang hanya rela tubuhnya dibeli bangsat kaya raya. Yang rela menjadi pelacur seumur hidup hanya untuk 1 bangsat, dan itu adalah kamu. Suamiku”.

Aku tau dia tersenyum di balik ekspresi wajahnya yang dingin itu. Mari bertaruh, lelaki mana yang tak melayang hatinya jika aku berkata seperti itu? Dan perempuan mana yang tak merah pipinya jika ada seorang lelaki memuji kehebatannya di atas ranjang?

Waktu berlalu. Hampir subuh ketika itu. Dan dia memelukku erat. Sangat erat sampai aku dapat melihat pori-porinya di kegelapan. Kali ini dia sebutkan kalimatnya yang terakhir. Menutup malam dengan lembaran-lembaran dingin embun yang bening di atas kaca. Memeluk seorang wanita muda yang kehilangan kegadisannya dengan selimut doa dari para malaikat di atas langit. Iblis pun menyaksikan, ada seorang suami yang mengecup kening istrinya di kamarku dan membacakan padanya doa sebelum tidur dan hamdalah. Mereka tidur bersama. Ya, aku dan suamiku.

“Sayangku, aku masih tak menyangka, hanya dengan kalimat ‘saya terima nikah dan kawinnya kamu binti ayahmu dengan mas kawin yang tersebut tunai’, aku sudah bisa menidurimu. Berada di sampingmu di bawah selimut yang sama. Kamu tau? Ketika aku mengucapkan kalimat itu, tanggung jawab orang tuamu berpindah padaku. Bahkan tanggung jawabku justru lebih besar. Karena tanggung jawab seorang suami terhadap istri lebih besar daripada tanggung jawab orangtua kepada anak-anak mereka, untuk itu Tuhan menghalalkan kepadaku kemaluanmu. Kamu sudah menjadi hak-ku. Kamu, harus patuh terhadapku. Bahkan Tuhan pernah berfirman: ‘jika menyembah manusia diperbolehkan, maka manusia yang disembah pastilah seorang suami’ karena begitu berat tanggung jawab suami terhadap istri. Sekarang sayang, hari sudah pagi. Mari kita lepaskan lelah kita dalam mimpi, biarkan Tuhan meminta malaikat menjaga kita pagi ini”.


hmm.. tulisan ini bukan saya yang membuatnya, jelas karena saya belum menikah dan baru akan menentukan pilihan untuk menikah. pilihannya sudah ada tinggal memupuk segunung keberanian dan niat yang ikhlas karena Allah ta'ala. Nikah itu soal mudah, siapa saja yang sedang kita pacari bisa saja kita nikahi namun meniatkan dan membaktikan diri kepada seseorang yang akan menjadi teman seumur hidup ini lah yang harus dipikirkan baik-baik karena salah sekali akan menyesal selamanya. 

You May Also Like

0 komentar